Banyak orang di luaran sana mencari kerja. Alasan sederhana pergantian kerja adalah habis kontrak, tidak nyaman dengan pimpinannya, jenuh, perusahaan lama bangkrut, sampai diputusin pacar? (Loh apa hubungannya?). Ada kok yang seperti ini.
Ibuku berkata, "dunia kerja adalah realita yang sebenarnya". Memang benar. Sekeras-kerasnya belajar di SMA, masih ada yang mengingatkan guru kita. Sekiller-killernya dosen, masih banyak perusahaan atau instansi pemerintah yang mau ngasih beasiswa. Nah lho, kalau sudah kerja, disikut teman saja sudah tantangan yang luar biasa, karena kamu akan tidak nyaman seterusnya. Mhm, kalau bosan dengan pekerjaan, siap-siap deh produktivitas menurun. Nah, kalau tidak disukai bos atau pandai berbuat kesalahan, resikonya bisa PHK atau pemotongan gaji. Ini sudah biasa, malah jadi kebiasaan yang baik. Bagaimana tidak, hal yang lumrah jika banyak orang yang bilang susah cari kerja. Di sisi lain, tidak sedikit pula pekerja yang menyia-nyiakan pekerjaannya.
Jadi, pekerjaan itu milik siapa? Ya, milik seorang pekerja yang baik. Terkadang, ketika kita bosan kita melupakan bagaimana awalnya kita ingin diterima kerja. Kejenuhan itu wajar, dimana pun. Tetapi, yang terpenting adalah menerima sesi-sesi kejenuhan itu dengan rasional. Tidak dikendalikan oleh hati, karena terkadang hati tidak logis. Yang perlu diingat, masalah kerja bukan hanya masalah suka atau tidak suka. Tetapi, tidak sedikit orang yang akhirnya sukses karena memanfaatkan kesempatan. Contoh sederhana saja, di kantorku banyak yang menjadi manager di usia muda. Balik lagi pada esensi hidup itu adalah bagaimana kita dapat menggunakan segala daya & upaya. Promosi pun ada karena kompetensi, menonjol, dan peluang. Jadi, hiruplah nafas sebentar, biarkan siklus karir mengalir sesuai dengan iramanya yang natural, jangan terlalu dipaksakan juga.
Lantas, apakah yang paling dibutuhkan orang saat bekerja? Jawabannya adalah kesiapan. Kesiapan ini dikatakan gampang-gampang susah. Contoh kasus, ada sebuah perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan lulusan sarjana. Lalu, kamu merasa menjadi orang yang paling cocok, dilihat dari segi cv juga lengkap. Di suatu hari, dimana hari kamu adalah interview. Tiba-tiba semalamnya kamu tidak bisa tidur. Pas di pagi harinya, kamu bangun kesiangan. Mukamu pucat & tidak sempat menyetrika pakaian. Jelas saja pewawancara tidak tertarik sama kamu. Hari itu sangat menentukan, dimana si pewawancara hanya melihat kesan pertama. Jadi, gagal lah kamu pada hari itu, karena si pewawancara tidak tahu bagaimana sebenarnya, bahkan mereka tak mau tahu malamnya kamu tidur jam berapa.
Kasus di atas mungkin adalah hal kecil, tetapi hal ini sering kejadian. Beberapa bulan yang lalu, saya menerima seorang staf di kantor. Penampilannya bagus & latar belakang pendidikannya pun ok. Tetapi, saya memutuskan untuk tidak menerimanya hanya karena dia terlihat tidak bersemangat. Ketika saya bertanya, "semalam kamu tidur jam berapa?" Dia menjawab, "tidur jam 2". Saya tidak jadi memberikan kesempatan pada dia, karena asumsi saya, seseorang yang mau bekerja adalah orang yang persiapan sebelumnya. Bukan asal. Kesan saya, dia tidak menganggap penting hari pertama dia interview, berarti juga dia tidak antusias dengan posisi yang diberikan di kantor. Keputusan ini diambil tanpa saya croscek pada dia. Mungkin kedengaran sepihak, tetapi beradu argumen lama-lama dengan orang yang baru dikenal hanyalah buang-buang waktu bagi saya. Bisa dikatakan saya telah menutup satu kesempatan bagi orang lain, hanya karena dia begadang semalaman. Maka hati-hatilah.
Kasus lainnya, saya menerima seorang pelamar yang unik pula. Bisa dikatakan kasus ini istimewa bagi saya. Apalagi jika dihubungkan dengan kesiapan orang dalam bekerja. Katakanlah si x datang ke kantor. Image-nya ok banget. Dia murah senyum, tinggi, & berwibawa. Ketika tiba di sesi interview, saya sedikit heran karena dia memutuskan untuk berhenti di tempat lamanya karena diputuskan oleh pacarnya. Lalu saya bertanya, "apa hubungannya?". Jawabannya sederhana saja, "karena saya tidak tidak konsentrasi...".
Baiklah, dia dalam pemulihan. Tetapi, dia sebenarnya belum siap untuk kerja. Masalah dia kan sebenarnya bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada sisi psikologis dia. Nah, saya berpikir bahwa kebanyakan orang lupa, kalau memasuki dunia kerja bukanlah memasuki sebuah sharing pribadi dimana kamu bisa duduk dengan nyaman. Dunia kerja adalah dunia kompetisi, profesional, tuntutan, & perkembangan. Jadi, saat-saat dimana kamu harus siap baik secara fisik (tidak sakit-sakitan) maupun psikologis (minimal bisa fokus, karena kalau diputusin pacar mah biasa). Bersiap-siaplah untuk bekerja, karena masih banyak generasi yang menunggu untuk mendapatkan giliran kerja!
Ibuku berkata, "dunia kerja adalah realita yang sebenarnya". Memang benar. Sekeras-kerasnya belajar di SMA, masih ada yang mengingatkan guru kita. Sekiller-killernya dosen, masih banyak perusahaan atau instansi pemerintah yang mau ngasih beasiswa. Nah lho, kalau sudah kerja, disikut teman saja sudah tantangan yang luar biasa, karena kamu akan tidak nyaman seterusnya. Mhm, kalau bosan dengan pekerjaan, siap-siap deh produktivitas menurun. Nah, kalau tidak disukai bos atau pandai berbuat kesalahan, resikonya bisa PHK atau pemotongan gaji. Ini sudah biasa, malah jadi kebiasaan yang baik. Bagaimana tidak, hal yang lumrah jika banyak orang yang bilang susah cari kerja. Di sisi lain, tidak sedikit pula pekerja yang menyia-nyiakan pekerjaannya.
Jadi, pekerjaan itu milik siapa? Ya, milik seorang pekerja yang baik. Terkadang, ketika kita bosan kita melupakan bagaimana awalnya kita ingin diterima kerja. Kejenuhan itu wajar, dimana pun. Tetapi, yang terpenting adalah menerima sesi-sesi kejenuhan itu dengan rasional. Tidak dikendalikan oleh hati, karena terkadang hati tidak logis. Yang perlu diingat, masalah kerja bukan hanya masalah suka atau tidak suka. Tetapi, tidak sedikit orang yang akhirnya sukses karena memanfaatkan kesempatan. Contoh sederhana saja, di kantorku banyak yang menjadi manager di usia muda. Balik lagi pada esensi hidup itu adalah bagaimana kita dapat menggunakan segala daya & upaya. Promosi pun ada karena kompetensi, menonjol, dan peluang. Jadi, hiruplah nafas sebentar, biarkan siklus karir mengalir sesuai dengan iramanya yang natural, jangan terlalu dipaksakan juga.
Lantas, apakah yang paling dibutuhkan orang saat bekerja? Jawabannya adalah kesiapan. Kesiapan ini dikatakan gampang-gampang susah. Contoh kasus, ada sebuah perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan lulusan sarjana. Lalu, kamu merasa menjadi orang yang paling cocok, dilihat dari segi cv juga lengkap. Di suatu hari, dimana hari kamu adalah interview. Tiba-tiba semalamnya kamu tidak bisa tidur. Pas di pagi harinya, kamu bangun kesiangan. Mukamu pucat & tidak sempat menyetrika pakaian. Jelas saja pewawancara tidak tertarik sama kamu. Hari itu sangat menentukan, dimana si pewawancara hanya melihat kesan pertama. Jadi, gagal lah kamu pada hari itu, karena si pewawancara tidak tahu bagaimana sebenarnya, bahkan mereka tak mau tahu malamnya kamu tidur jam berapa.
Kasus di atas mungkin adalah hal kecil, tetapi hal ini sering kejadian. Beberapa bulan yang lalu, saya menerima seorang staf di kantor. Penampilannya bagus & latar belakang pendidikannya pun ok. Tetapi, saya memutuskan untuk tidak menerimanya hanya karena dia terlihat tidak bersemangat. Ketika saya bertanya, "semalam kamu tidur jam berapa?" Dia menjawab, "tidur jam 2". Saya tidak jadi memberikan kesempatan pada dia, karena asumsi saya, seseorang yang mau bekerja adalah orang yang persiapan sebelumnya. Bukan asal. Kesan saya, dia tidak menganggap penting hari pertama dia interview, berarti juga dia tidak antusias dengan posisi yang diberikan di kantor. Keputusan ini diambil tanpa saya croscek pada dia. Mungkin kedengaran sepihak, tetapi beradu argumen lama-lama dengan orang yang baru dikenal hanyalah buang-buang waktu bagi saya. Bisa dikatakan saya telah menutup satu kesempatan bagi orang lain, hanya karena dia begadang semalaman. Maka hati-hatilah.
Kasus lainnya, saya menerima seorang pelamar yang unik pula. Bisa dikatakan kasus ini istimewa bagi saya. Apalagi jika dihubungkan dengan kesiapan orang dalam bekerja. Katakanlah si x datang ke kantor. Image-nya ok banget. Dia murah senyum, tinggi, & berwibawa. Ketika tiba di sesi interview, saya sedikit heran karena dia memutuskan untuk berhenti di tempat lamanya karena diputuskan oleh pacarnya. Lalu saya bertanya, "apa hubungannya?". Jawabannya sederhana saja, "karena saya tidak tidak konsentrasi...".
Baiklah, dia dalam pemulihan. Tetapi, dia sebenarnya belum siap untuk kerja. Masalah dia kan sebenarnya bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada sisi psikologis dia. Nah, saya berpikir bahwa kebanyakan orang lupa, kalau memasuki dunia kerja bukanlah memasuki sebuah sharing pribadi dimana kamu bisa duduk dengan nyaman. Dunia kerja adalah dunia kompetisi, profesional, tuntutan, & perkembangan. Jadi, saat-saat dimana kamu harus siap baik secara fisik (tidak sakit-sakitan) maupun psikologis (minimal bisa fokus, karena kalau diputusin pacar mah biasa). Bersiap-siaplah untuk bekerja, karena masih banyak generasi yang menunggu untuk mendapatkan giliran kerja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar