Laman

Cari Blog Ini

Kamis, 26 Mei 2011

Urbanisme

Aku menamakan diriku kaum urban... kenapa? sebetulnya gak ada masalah dengan kata yang satu ini... tapi, tiba-tiba ada pertanyaan dalam diri aku: aku jauh-jauh ke Jakarta, merasakan sebagai seorang perantau, tiap hari bergelantungan di bus transjakarta, tiap hari melihat kemacetan... ngenes... tetapi ternyata banyak orang yang seperti aku. Mereka berasal dari Sumatra, Jawa Tengah & Jawa Timur, Kalimantan, dan pulau lainnya. Di kota besar ini mereka bertarung_berkompetisi dengan yang lainnya, lebih tepatnya dikatakan dengan mengadu nasib. Aku sendiri sempat bertanya-tanya, awalnya mereka gimana ya? Kok bisa?

Memang ragam orang datang ke Jakarta. Ada yang anak kepala desa di kampungnya (seperti salah seorang temanku), ada yang mau kerja kantoran di gedung mewah dan bertingkat, ada yang lulus kuliah & merasa bosan dengan suasana kota kelahiran, ada yang mau lanjutin sekolah atau kuliah, dan mungkin ada yang mau jadi artis ibu kota (biar keren). Nah, di antara sekian alasan itu, pada dasarnya ke Jakarta sama-sama numpang. Di Jakarta pun kondisi bisa beragam, ada yang numpang di saudara, teman, langsung nyari kosan, booking apartemen, dan mungkin beli rumah (kalau di kampungnya udah tajir).

Sebenarnya sih kaum urban (atau orang yang pindah dari desa, katakanlah luar Jakarta) mempunyai sisi unik, yaitu adanya keinginan untuk berubah atau mengubah kondisi yang statis. Orang-orang seperti ini biasanya dinamis, minimal mempunyai suatu tujuan yang hebat. Mereka yang tidak dibatasi oleh mimpi kecil. Mereka yang tak mau stuck dengan suatu keadaan.

Orang-orang dinamis seperti itu pun bisa didasari oleh rasa sayang terhadap keluarga. Mereka yang mau mengubah kehidupannya. Merasa bahwa kota besarlah tempat bertarung yang menantang. Kenapa demikian? Banyak orang beranggapan kalau Jakarta itu tempat cari uang. Wajarnya, di sini lapangan kerja banyak, fasilitas lengkap, dan birokrasi mudah. Tak ada pabrik pun bisa masuk ke berbagai perusahaan jasa. Selain itu, "orang-orang pinter" berkumpul di sini. Walaupun sebenarnya ada kota lain yang dijuluki sebagai kota pendidikan, Yogyakarta misalnya. Namun, entah kenapa pada betah di sini. Uniknya, ternyata Indonesia yang punya tradisi seperti ini. Tidak seperti Australia yang terkenal malah bukan ibu kotanya, seperti Sydney. Atau Cina seperti Shanghai, dan Amerika dengan LA-nya.

Walaupun katanya, Jakarta sebagai ibu kota tuh malah tempat banjir & macet. Ya, di bawah standar ibu kota negara lainlah. Gak bermaksud membandingkan sih... tapi Jakarta bisa merangkul berbagai macam suku kok... mungkin itulah ketidaksempurnaannya.

PR-nya, kini saatnya kita memeratakan perkembangan kota selain Jakarta... biar Indonesia beneran kaya...

Tidak ada komentar: