Laman

Cari Blog Ini

Rabu, 27 April 2011

DISLEKSIA: Sebuah Pengantar

Mengenali dan menangani gangguan membaca pada anak-anak bukanlah persoalan yang tidak bisa dipecahkan, akan tetapi untuk melakukannya membutuhkan kesabaran. Para orang tua dan guru harus memperhatikan dan mengamati secara cermat untuk bisa memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang memiliki permasalahan seperti ini.
Dalam kehidupan kita di era serba sibuk sekarang ini, waktu barang kali sudah menjadi sebuah komoditas langka yang sulit kita dapatkan. Dampaknya adalah masalah yang sering dialami oleh anak penderita disleksia akan semakin bertambah buruk. Hal ini dikarenakan tidak ada seorang pun yang memiliki waktu untuk memberikan perhatian khusus pada sang anak, maupun dikarenakan orang tua tersebut lebih percaya pada terapi-terapi alternatif tertentu yang menjanjikan hasil-hasil instan tanpa memakan waktu yang lama.
Historia of Dyslexia
Disleksia terjadi pada 5 sampai 10 persen dari seluruh anak di dunia. Gangguan belajar jenis ini pertama kali ditemukan pada akhir abad sembilan belas, ketika itu disebut sebagai “word blindness”. Para peneliti tampaknya bersepakat bahwa permasalahan disleksia ini bisa dilacak dari perbedaan-perbedaan pada struktur, kimiawi dan fungsi otak. Pada orang-orang yang menderita disleksia, perbedaan-perbedaan seperti ini berpengaruh terhadap apa yang disebut sebagai phonological processing atau pemrosesan fonologis. Yaitu kemampuan untuk membuat korelasi antara bentuk tertulis dari sebuah kata dan bunyi pengucapan kata tersebut ketika diucapkan. Dengan kata lain, penderita disleksia mengalami kesulitan untuk membedakan bunyi-bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata.
Vonis Disleksia
Adalah penting untuk mengetahui secara pasti tentang indikator disleksia. Untuk menjawab serangkaian karakteristik tersebut, perlu kiranya mengetahui latar belakang si anak terlebih dahulu, dalam arti tidak asal menilai bahwa anak itu menderita disleksia.
1.   Dalam beberapa kasus, anak mungkin diperkenalkan dengan beberapa bahasa tiap harinya. Anak-anak seperti ini mendapatkan kesulitan tersendiri  dalam belajar membaca, sekalipun demikian, mereka tetap terus berusaha mengejar ketertinggalannya, Anda harus memberi waktu pada mereka.
2.   Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan serius, anak-anak yang menderita tuna rungu (baik separoh atau total), anak-anak yang sedang mendapatkan pengobatan epilepsi, anak-anak yang menderita lumpuh, semuanya sangat mungkin mengalami kesulitan dalam belajar membaca.
3.   Anak-anak yang lahir secara prematur atau lahir dengan berat badan yang terlalu kecil terkadang memiliki kesulitan belajar atau gangguan dalam hal berkonsentrasi. Akan tetapi, kelahiran prematur tidak selalu menjadi penghalang tetap untuk menjadi orang yang sukses dalam karir.
4.   Anak-anak yang sering tidak mengikuti pelajaran di kelas, baik dikarenakan oleh gangguan kesehatan maupun disebabkan oleh masalah-masalah keluarga, mungkin mendapatkan permasalahan tersendiri dalam belajar ketika di sekolah.
5.   Masing-masing guru dan tiap sekolah yang berbeda menggunakan pendekatan yang berbeda-beda pula dalam memberikan pelajaran membaca, anak-anak yang seringkali berpindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya bisa mendapatkan kesulitan tersendiri karena berubah-ubahnya pendekatan yang mereka dapatkan.
6.   Anak-anak yang memiliki lingkungan rumah yang penuh permasalahan keluarga, seperti kericuhan, atau tinggal di lingkungan yang sering kali terjadi tindak kriminal, akan mengalami kesulitan tersendiri ketika belajar di sekolah.
7.   Di antara anak-anak yang memiliki prestasi rendah biasanya disebabkan karena memiliki guru dengan kinerja yang pengajarannya buruk pula.
8.   Beberapa anak yang prestasinya cemerlang, bisa-bisa bosan dengan pembelajaran keseharian. Sehingga potensinya banyak terbunuh.
Kebanyakan anak mulai belajar membaca ketika mereka berumur lima atau enam tahun. Anak-anak baru bisa dikatakan mengalami kesulitan membaca ketika mereka berusia tujuh atau delapan tahun, karena biasanya pada umur-umur tersebut anak sudah bisa membaca secara mandiri, tanpa bantuan orang lain. Anak-anak dengan disleksia akan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut.
1.   Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan;
2.   Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya;
3.   Melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa, atau bahkan baris-baris dalam teks;
4.   Menambahkan kata-kata atau frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca;
5.   Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain;
6.   Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca, walaupun kata-kata tersebut sudah akrab;
7.   Mengganti satu kata dengan kata lainnya, sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang dibaca;
8.   Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti;
9.   Mengabaikan tanda-tanda baca.

Komunitas Disleksia
Para penderita disleksia disinyalir kebanyakan laki-laki. Sebuah penelitian mencengangkan di Universitas Colorado menemukan bahwa dalam suatu keluarga anggota keluarga laki-laki memiliki kecenderungan menderita disleksia lebih besar dibandingkan dengan anggota keluarga perempuan. Dalam praktek keseharian yang dilakukan oleh James Le Fanu (2006) menemukan data bahwa pasiennya didominasi oleh lelaki.
Sedangkan pada anak kembar yang menderita disleksia ditemukan kemungkinan saudara kembarnya mengidap jenis gangguan ini yang bisa mencapai antara 85 sampai 100 persen. Penelitian-penelitian lainnya menunjukkan bahwa disleksia memiliki keterkaitan dengan hubungan keluarga atau pertalian darah. Apabila seorang anak menderita disleksia, ada kemungkinan sekitar 40 persen saudara kandungnya juga mengamalami kondisi yang sama. Begitu juga salah satu orang tua mengalami masalah disleksia, terdapat kemungkinan antara 25 sampai 50 persen bagi mereka untuk mewariskan gangguan belajar tersebut kepada anak-anaknya.
Disleksia dalam Perspektif Ilmuwan
1.   Para peneliti yang menggunakan teknik-teknik termutakhir seperti magnetic resonance imaging (MRI) menemukan bahwa orang-orang yang mengalami disleksia kondisinya berbeda dengan mereka yang tidak menderitanya. Akan tetapi, tidak semua ilmuwan bersepakat.
2.   Para ahli mata telah menegaskan bahwa gerakan kedua mata yang tidak padu bisa mengakibatkan disleksia. Para peneliti telah menguji teori ini dengan membandingkan gerakan mata anak-anak yang mengalami disleksia dan anak-anak yang normal. Mereka mendapatkan temuan bahwa tidak ada perbedaan sama sekali pada gerakan mata kedua kelompok tersebut.
    

Tidak ada komentar: